Kinerja Ekspor Indonesia Turun Enam Bulan Berturut-turut
Nilai ekspor pada Februari 2023 sebesar 21,4 miliar dollar Amerika Serikat. Nilai tersebut lebih rendah 4,15 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 22,32 miliar dollar AS.
Akibat melesunya perdagangan komoditas, kinerja ekspor Indonesia pada Februari 2023 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dengan demikian, tren merosotnya nilai ekspor Indonesia telah berlangsung selama enam bulan berturut-turut. Badan Pusat Statistik merilis, Rabu (15/3/2023), nilai ekspor pada Februari 2023 sebesar 21,4 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Nilai tersebut lebih rendah 4,15 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 22,32 miliar dollar AS. Ini menunjukkan tren penurunan nilai ekspor Indonesia telah berlangsung selama enam bulan sejak September 2022. Nilai ekspor pada September 2022 sebesar 24,8 miliar dollar AS atau anjlok 10,58 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pada Februari 2023, nilai ekspor nonmigas tercatat sebanyak 20,21 miliar dollar AS atau menurun 3 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. ”Kinerja tersebut dipengaruhi oleh penurunan nilai kelompok bahan bakar mineral sebesar 6,51 persen, kelompok logam mulia, perhiasan, dan permata turun 30 persen, kelompok bijih logam, kerak, dan abu turun 29,86 persen, serta alas kaki turun 13,78 persen,” ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah dalam konferensi pers yang diadakan secara hibrida, Rabu (15/3).
Berdasarkan sektornya, nilai ekspor industri pengolahan pada Februari 2023 sebesar 15,52 miliar dollar AS atau turun 0,86 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Nilai ekspor hasil tambang anjlok 9,46 persen menjadi 4,35 miliar dollar AS. Ekspor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga merosot 9,62 persen menjadi 340 juta dollar AS.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Habibullah menggarisbawahi, nilai ekspor pada Februari 2023 tumbuh melambat, yakni 4,51 persen. Pertumbuhan tahunan nilai ekspor pada Januari 2023 mencapai 16,43 persen. Adapun pertumbuhan tahunan nilai ekspor pada Februari 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 8,64 persen dan 34,2 persen.
Sementara itu, nilai impor pada Februari 2023 sebesar 15,92 miliar dollar AS. Angka tersebut lebih rendah 13,68 persen dibandingkan dengan bulan Januari 2023 yang sebesar 18,44 miliar dollar AS. Penurunan itu lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 7,15 persen. Berdasarkan penggunaannya, nilai impor bahan baku/penolong mencapai 11,79 miliar dollar AS. Nilai ini jeblok 15,09 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Adapun impor barang konsumsi merosot 14,54 persen menjadi 1,36 miliar dollar AS, sedangkan impor barang modal turun 6,64 persen menjadi 2,76 miliar dollar AS. Dengan demikian, Habibullah menyebutkan, neraca perdagangan pada Februari 2023 mengalami surplus sebesar 5,48 miliar dollar AS. Surplus tersebut telah terjadi selama 34 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Dari sisi pelaku industri, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, penurunan kinerja perdagangan tersebut, baik ekspor maupun impor, sudah diprediksi sejak akhir tahun lalu. ”Interaksi antara tren penurunan permintaan global dengan upaya menormalisasi suplai dan harga komoditas berdampak pada penyusutan pertumbuhan ekspor komoditas Indonesia,” tuturnya saat dihubungi, Rabu (15/3/2023).
Dia juga menggarisbawahi dalamnya penurunan impor bahan baku dan penolong menjelang periode Ramadhan-Lebaran 2023. Penurunan tersebut merupakan anomali yang patut diwaspadai karena impor dibutuhkan industri pengolahan untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri pada periode tersebut.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bidang industri, perdagangan, dan investasi, Ariyo DP Irhamna, berpendapat, turunnya kinerja ekspor dan impor merupakan imbas dari deindustrialisasi dini yang terjadi di Indonesia. ”Apabila kinerja industri menurun, perdagangan industri juga akan menurun. Oleh sebab itu, pemerintah tidak boleh gagal mengatasi masalah deindustrialisasi kalau ingin lepas dari jebakan negara kelas menengah,” tuturnya.
Dengan kinerja ekspor dan impor itu, Habibullah menyebutkan, neraca perdagangan pada Februari 2023 mengalami surplus sebesar 5,48 miliar dollar AS. Surplus tersebut telah terjadi selama 34 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Dari sisi nilainya, surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2022 dan Januari 2023 yang masing-masing sebesar 3,83 miliar dollar AS dan 3,88 miliar dollar AS. Sepanjang Januari-Februari 2023, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus sebesar 9,35 miliar dollar AS.
Secara keseluruhan, ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Faisal Rachman, menilai, surplus neraca perdagangan ke depannya cenderung menyusut lantaran kinerja ekspor terdampak penurunan harga komoditas. Meskipun demikian, ada peluang yang dapat dimanfaatkan dari pemulihan ekonomi China.