Neraca dagang Indonesia masih mengalami surplus sampai saat ini atau 37 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020. Namun, dibalik itu neraca perdagangan RI mengalami defisit dengan China. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Moh Edy Mahmud mengatakan Indonesia mengalami defisit dagang dengan tiga negara pada Mei 2023, yang terbesar dengan China. "Kita defisit dagang dengan China, Australia dan Thailand, tertinggi dengan China ini capai US$1,17 miliar," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (15/6).
Berdasarkan data BPS, tekor dagang dengan China ini disebabkan oleh impor yang lebih tinggi dari ekspor. Impor sebesar US$5,95 miliar, sementara ekspornya hanya US$4,77 miliar. Komoditas penyumbang defisit antara lain mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya US$1,3 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya US$1,2 miliar, serta plastik dan barang dari plastik senilai US$227,4 juta.
Tekor dagang terbesar kedua ke Australia sebesar US$575,7 juta, yang disebabkan oleh impor US$846,8 juta sementara ekspor sebesar US$271,1 juta. Komoditas penyumbang defisit adalah bahan bakar mineral, serealia, biji logam, terak, dan abu. Dengan Thailand, Indonesia juga defisit sebesar US$451,1 juta. Komoditas penyumbangnya adalah gula dan kembang gula, plastik dan barang dari plastik, kendaraan dan bagiannya.
Secara total, impor Indonesia pada Mei 2023 memang meningkat tajam 38,65 persen menjadi US$21,28 miliar, dibandingkan April 2023 sebesar US$15,35 miliar. Komoditas pendorong kenaikan impor tertinggi adalah mesin atau peralatan mekanis dan bagiannya (HS 84), mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya (HS 85), kendaraan dan bagiannya (HS 87), besi dan baja (HS 72), serta plastik dan barang dari plastik (HS 39).