8 Bantahan Kemnaker Soal Perppu Ciptaker: Upah Hingga Pesangon Dihapus
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) membantah setidaknya 8 isu yang berkembang dalam Perppu Cipta Kerja, mulai dari formula upah minimum yang bisa berubah dalam keadaan tertentu, pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah, hingga pesangon yang dihapus.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menegaskan penting untuk memahami Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) secara utuh.
Dalam hal ini, Putri menjelaskan beleid tersebut mengubah, menghapus, dan menetapkan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Pasal-pasal yang ada dalam UU eksisting tersebut, sepanjang tidak diubah dan dihapus oleh Perppu Cipta Kerja, maka pasal-pasal tersebut tetap berlaku," tegas Putri dalam konferensi pers Kemnaker yang disiarkan secara virtual, Jumat (6/1).
Pada kesempatan itu, Putri memberikan penjelasan sekaligus bantahan terhadap beberapa perubahan substansi di Perppu Ciptaker klaster ketenagakerjaan. Berikut 8 bantahan yang disampaikan oleh Kemnaker:
1. Outsourcing alias Tenaga Ahli Daya
Putri menjelaskan di dalam UU Ciptaker tidak diatur mengenai pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Hal tersebut dimaknai bahwa pelaksanaan outsourcing atau alih daya dapat dilakukan terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi.
"Perppu Ciptaker mengatur pembatasan jenis pekerjaan. Jadi Perppu Ciptaker mengatur alih daya dibatasi hanya dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan, yang mana jenis-jenis pekerjaannya secara detail akan ditetapkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP)," jelasnya.
Menurutnya, aturan dalam Perppu Ciptaker membuat pemerintah bakal mengubah ketentuan di PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
"Saya akan menggarisbawahi bahwa isu mengenai alih daya katanya akan dibuka seluas-luasnya, tidak juga. Nanti tetap akan kami atur, akan kami jelaskan lagi dalam revisi PP 35/2021 karena perppu ini juga sudah mengatur pembatasan jenis pekerjaan," bantah Putri.
2. Formula upah minimum bisa berubah dalam keadaan tertentu
Di dalam pasal 88 f Perppu Ciptaker, muncul kewenangan baru di mana pemerintah bisa menetapkan formula perhitungan upah minimum berbeda dalam keadaan tertentu. Menurut Putri, hal ini mengacu pada daerah yang terkena bencana dan ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional.
"Ada bencana nasional, lalu terjadi porak poranda di daerah tersebut, maka pemerintah pusat mungkin Menaker atas perintah Presiden akan menetapkan upah minimum untuk daerah provinsi atau kabupaten/kota tersebut," tegasnya.
Putri menambahkan penetapan upah minimum tersebut bakal mempertimbangkan kondisi yang terjadi pada daerah yang terkena bencana tersebut sehingga ditetapkan berstatus bencana nasional oleh pemerintah.
"Jadi tidak benar ada hoaks bahwa perppu ini mengembalikan kuasa ke pemerintah pusat, Menaker untuk menetapkan upah daerah di seluruh Indonesia. Itu tidak benar, tidak benar. Hanya memberi wewenang pemerintah pusat kepada daerah yang terjadi bencana nasional," bantah Putri.
3. PKWT seumur hidup
Di dalam Perppu Ciptaker, tidak dijelaskan batasan karyawan kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Padahal, sebelumnya di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan PKWT paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa Perppu Ciptaker melanggengkan karyawan kontrak seumur hidup.
"Tidak benar. Pelaksanaan PKWT ada jangka waktunya. Perppu ini tetap memperhatikan hal ini, tetap mengatur. Dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini memang tidak mengatur periode waktu PKWT, tapi mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam revisi PP 35/2021. Jadi memang betul-betul harus dipahami," tegasnya.
Putri lantas merinci dua jenis PKWT. Pertama, PKWT berdasarkan jangka waktu di mana jangka waktunya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan maksimal 5 tahun. Kedua, PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu.
"Jangka waktunya ditetapkan untuk yang jenis pekerjaan tertentu ini harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, antara manajemen perusahaan dan pekerja atau diwakili serikat pekerja. Dalam PKWT tersebut juga harus disebut ruang lingkup selesainya pekerjaan," jelasnya.
4. Waktu libur cuma sehari dalam seminggu
Pasal 79 ayat 2 b Perppu Ciptaker menjadi perdebatan karena disebutkan bahwa istirahat mingguan untuk pekerja hanya satu hari kerja dalam seminggu. Hal tersebut tidak berubah dengan yang tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Ada hoaks yang berkembang di awal minggu ini terkait hak waktu istirahat atau libur, dikatakan perppu ini menghapus. Itu adalah hoaks, tidak benar. Sesungguhnya perppu ini tetap memastikan perusahaan dan pekerja memiliki waktu istirahat," bantah Putri.
Terkait jumlah waktu libur apakah 1 hari atau 2 hari dalam seminggu, Putri menjelaskan itu tergantung peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kerja bersama. Ia menegaskan hal tersebut harus dimusyawarahkan antara pekerja dan pengusaha.
Kendati, Putri menegaskan Indonesia sebagai anggota organisasi perburuhan internasional (ILO) menetapkan waktu kerja yang berlaku maksimal 40 jam dalam seminggu. Jika melebihi batas waktu tersebut karena jenis perusahaan atau tipe produksi tertentu, harus ada izin dari Kemnaker karena terkait kesehatan dan keselamatan pekerja.
"Libur gak musti Sabtu-Minggu, tergantung jenis dan kesepakatan setiap perusahaan. Yang penting kami mengatur kalau memang 6 hari kerja, maka libur 1 hari. Kalau 5 hari kerja atau berproduksi, maka pekerja berhak untuk istirahatnya 2 hari," tegasnya.
5. Istirahat panjang dihapus
Pada pasal 79 ayat 2 d UU Ketenagakerjaan, diatur istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan, masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama.
Sementara itu, istirahat panjang di Perppu Ciptaker tidak dijelaskan secara rinci. Perppu Ciptaker hanya menyebut istirahat panjang bisa diberikan dan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
"Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini mengatur tentang istirahat panjang, jadi ketentuan tersebut masih berlaku. Bila perusahaan sudah mengatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau bahkan sudah masuk dalam perjanjian kerja bersama, maka istirahat panjang tersebut tetap berlaku dan tidak boleh dikurangi," tegas Putri.
6. Cuti haid dan melahirkan dihapus
Penjelasan tentang hak cuti haid dan melahirkan tidak tertuang dalam Perppu Ciptaker. Hal itu menimbulkan protes dari kalangan buruh dan masyarakat. Namun, Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri membantah tudingan bahwa cuti haid dan melahirkan dihapus di Perppu Ciptaker.
"Cuti haid dan cuti melahirkan tidak hilang dan masih ada dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Karena itu tidak diubah, maka cuti haid dan cuti melahirkan tidak dituangkan dalam Perppu Ciptaker, sehingga acuan yang digunakan adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 81 tentang cuti haid dan pasal 82 tentang cuti melahirkan," bantahnya.
"Logikanya kan gak mungkin juga Indonesia sebagai anggota ILO melarang atau menghapus mengenai cuti haid dan cuti melahirkan. Sangat tidak mungkin," imbuh Putri.
7. PHK dipermudah
Partai Buruh memasukkan isu PHK sebagai 1 dari 9 poin tuntutan revisi Perppu Ciptaker. Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Perppu Ciptaker mempermudah aturan PHK. Namun, Kemnaker membantah tudingan tersebut.
"Tidak benar (PHK sepihak). PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja atau buruh dan kemudian pekerja atau buruh memberikan persetujuan atau menerima tentang keputusan PHK tersebut," jelas Putri.
Bila terjadi perselisihan PHK, Putri menjelaskan masalah tersebut bakal diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
8. Uang pesangon, penghargaan, dan masa kerja dihapus
Pesangon juga menjadi perdebatan. Partai Buruh menyoroti perbedaan redaksional dalam pasal 156 ayat 2 Perppu Ciptaker. Buruh tidak setuju dengan kata-kata "ketentuan sebagai berikut" dalam penetapan jumlah pesangon. Mereka menuntut seharusnya redaksi dikembalikan kepada UU Ketenagakerjaan di mana pesangon ditetapkan "paling sedikit sebagai berikut".
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan hal tersebut memungkinkan perusahaan dan pekerja melakukan negosiasi besaran pesangon yang bisa mencapai dua hingga tiga kali lebih besar daripada yang diatur di UU Ketenagakerjaan.
"Tidak benar. Perpu Ciptaker tetap mengatur uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Adapun besarannya untuk masing-masing alasan PHK akan diatur lebih lanjut dalam revisi PP 35/2021. Kalau semua diatur secara detail, perppu bisa setinggi lima bantal," pungkasnya.